MUQODIMAH
- PENTINGNYA BELAJAR BAHASA ARAB
Imam Syafi'i berkata:
"Manusia tidak menjadi bodoh dan selalu berselisih paham kecuali lantaran
mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep
Aristoteles". [Siyaru A’lamin Nubala : 10/74]. Itulah ungkapan Imam
Syafi'i buat umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam.
Seandainya sang imam menyaksikan kondisi umat sekarang ini terhadap bahasa
Arab, tentulah keprihatian beliau akan semakin memuncak.
Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Di masa
lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan
bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah (kebenaran
dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah satu
indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.
Redupnya
perhatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah memasuki
negara-negara 'ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan bersatu di
bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam perbincangan. Apalagi
bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya, banyak yang
menganaktirikan bahasa Arab. Yang cukup memprihatinkan ternyata, para orang tua
kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni bahasa arab.
- KEISTIMEWAAN BAHASA ARAB
1. Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran Alloh berfirman:
جَعَلْنَاهُ
قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ إِنَّا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al Quran
dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya”. ( QS Az Zukhruf : 3)..........................................................................................
2. Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal
para sahabat.
Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan
berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini.
Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam
memahaminya.
3. Susunan kata bahasa Arab tidak banyak
Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja.
Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
4. Indahnya kosa kata bahasa Arab.
Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam
bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang,
tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.
C. URGENSI MEMPELAJARI BAHASA ARAB
1. Teguran Keras Terhadap Kekeliruan Dalam Berbahasa Arab
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi
tradisi generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun
ungkapan yang tidak seirama dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang
mengurangi martabat di mata orang banyak. Apalagi bila hal itu terjadi pada
orang yang terpandang. Ibnul Anbari menyatakan: "Bagaimana mungkin
perkataan yang keliru dianggap baik…? Bangsa Arab sangat menyukai orang yang
berbahasa baik dan benar, memandang orang-orang yang keliru dengan sebelah mata
dan menyingkirkan mereka”.
Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab,” قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ نَحْنُ (kami adalah para pemula,) seharusnya mereka mengatakan نَحْنُ قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ maka Umar berkata, ”Kesalahan kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya bidikan kalian… ( Al Malahin, karya Ibnu Duraid Al Azdi, hlm72)......................................>>>>>>>>>>............
Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab,” قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ نَحْنُ (kami adalah para pemula,) seharusnya mereka mengatakan نَحْنُ قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ maka Umar berkata, ”Kesalahan kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya bidikan kalian… ( Al Malahin, karya Ibnu Duraid Al Azdi, hlm72)......................................>>>>>>>>>>............
2. Perhatian Salaf Terhadap Bahasa Arab
Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada
Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba'du, pahamilah sunnah dan pelajarilah
bahasa Arab"………………………………………………...
Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)"Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab".
Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan". (Tarikh Umar bin Khaththab, karya Ibnul Jauzi, 225)
Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar'i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat.
Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)"Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab".
Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan". (Tarikh Umar bin Khaththab, karya Ibnul Jauzi, 225)
Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar'i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat.
Imam Syafi’i pernah berkata: “Aku tinggal
di pedesaan selama dua puluh tahun. Aku pelajari syair-syair dan bahasa mereka.
Aku menghafal Al Qur’an. Tidak pernah ada satu kata yang terlewatkan olehku,
kecuali aku memahami maknanya"
Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab…………………………………………
Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau belajar kepada Ibnul Fathi Al Ba'li kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa`, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.
Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu : Sayyid Isma'il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.
Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab…………………………………………
Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau belajar kepada Ibnul Fathi Al Ba'li kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa`, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.
Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu : Sayyid Isma'il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.
3. Anak-Anak Khalifah Juga Belajar Bahasa Arab.
Para khalifah, dahulu juga memberikan perhatian
besar terhadap bahasa Arab. Selain mengajarkan pada anak-anak dengan ilmu-ilmu
agama, mereka juga memberikan jadwal khusus untuk memperdalam bahasa Arab dan
sastranya. Motivasi mereka, lantaran mengetahui nilai positif bahasa Arab
terhadap gaya ucapan mereka, penanaman budi pekerti, perbaikan ungkapan dalam
berbicara, modal dasar mempelajari Islam dari referensinya. Oleh karena itu,
ulama bahasa Arab juga memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan dekat dengan
para khalifah. Para pakar bahasa menjadi guru untuk anak-anak khalifah. Para
penerjemah bahasa arab juga mendapatkan penghargaan yang besar dari para
Kholifah, mereka mendapatkan upah emas seberat buku yang mereka terjemahkan.
Al Ahmar An Nahwi berkata,”Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan 'Ali bin Hamzah Al Kisai yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah Al Mu'tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja'far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu'taz sebelum memegang tampuk pemerintahan”.
Al Ahmar An Nahwi berkata,”Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan 'Ali bin Hamzah Al Kisai yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah Al Mu'tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja'far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu'taz sebelum memegang tampuk pemerintahan”.
- PENGARUH BAHASA ARAB UNTUK PENDIDIKAN
1. Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan.
Islam
sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah berfirman
إقْرأْ بِسْمِ ربِّكَ الذِي
خَلَقَ
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan. [Al 'Alaq : 1]. ............................................
Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan. Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Meningkatkan
Ketajaman Daya Pikir.
Dalam
hal ini, Umar bin Khaththab berkata,”Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya ia
dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan.” ...........................................................................
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasi. Dan ini salah satu factor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang.
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasi. Dan ini salah satu factor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang.
2. Mempengaruhi Pembinaan Akhlak.
Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan
bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas
perangai kotor. Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah,
perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap daya
intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat lagi
nyata. Demikian juga akan
mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini, dari
kalangan sahabat,tabi’in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan,
agama dan etika (Iqtidha Shiratil
Mustaqim hal 204).
Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik :
Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik :
يَعِيْسُ
المَرْءُ مَا اسْتَحْيَـــا بِخَيْرٍ
وَ يَبْقَى
العَوْدُ مَا بَقِيَ الِلَّحَاءُ
وَاللهِ
مَا فِى العِيْشِ خَيْرٌ
وَلاَ
الدُّنْيَــــا إذَا ذَهَبَ الحَيَـــاءُ
Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama ia
mempunyai rasa malu......................................
Batang pohon senantiasa abadi, selama kulitnya belum terkelupas............................................
Demi Allah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,...................................................
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna
Batang pohon senantiasa abadi, selama kulitnya belum terkelupas............................................
Demi Allah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,...................................................
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna
Juga
ada untaian syair yang melecut orang agar menjauhi tabiat buruk. Imam Syafi'i
mengatakan:
اذَا رَمَيْتَ أنْ تَحْيَا
سَلِيْمًا مِنَ الرَّدِ
وَدِيْنُكَ مَوْفُوْرٌ
وَعِرْضُكَ صَيِّنٌ
فَلاَ يَنْطِقَنَّ مِنْكَ
اللِسَانُ بِسَــوْءَةِ
فَكُلُّكَ سَوْءَاتٌ وَلِلنَّاسِ
أعْيُنٌ
Bila
dirimu ingin hidup dengan bebas dari kebinasaan,..............................................................
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,................................................................
Janganlah lidahmu mengungkit cacat orang,..............................................................................
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga) memiliki .mata ....................................................
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,................................................................
Janganlah lidahmu mengungkit cacat orang,..............................................................................
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga) memiliki .mata ....................................................
Jadi,
bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya
menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan
terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan
mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya
dalam kehidupan.
Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib.
Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib.
- HUKUM BELAJAR BAHASA ARAB
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidaklah seseorang
bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa arab. Dan tidaklah kewajiban itu
sempurna kecuali dengannya (mempalajari bahasa arab), maka ia (mempelajari
bahasa arab) menjadi wajib.
Mempelajari bahasa arab, diantaranya ada yang
fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah 1/52).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah juga berkata, “Sudah dimaklumi bersama bahwa hukum
mempelajari dan mengajarkan bahasa Arab adalah fardhu kifayah.” (Majmu’
Al-Fatawa: 32/252). Tahukah engkau saudariku, dorongan untuk belajar bahasa
arab bukan hanya khusus bagi orang-orang di luar negara Arab. Bahkan para
salafush sholeh sangat mendorong manusia (bahkan untuk orang Arab itu sendiri)
untuk mempelajari bahasa arab. Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata,
“Pelajarilah bahasa arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.” (Iqitdha)
‘Umar
radhiallahu ‘anhu juga mengingatkan para sahabatnya yang bergaul bersama orang
asing untuk tidak melalaikan bahasa arab. Ia menulis surat kepada Abu Musa
al-Asy’ari, “Adapun setelah itu, pelajarilah Sunnah dan pelajarilah bahasa
arab, i’rablah al-Qur’an karena dia (al-Qur’an) dari Arab.”
Dari
Hasan Al-Bashari, beliau pernah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang suatu kaum
yang belajar bahasa arab?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang
baik, karena mereka mempelajari agama nabi mereka.” (Mafatihul Arrobiyah)
Dari
as-Sya’bi, “Ilmu nahwu adalah bagaikan garam pada makanan, yang mana makanan
pasti membutuhknanya.” (Hilyah Tholibul ‘Ilmi)
- ADAB-ADAB MENUNTUT ILMUA
Setelah
kita mengetahui dan memahami akan keutamaan bahasa arab, maka hendaknya dia memiliki
perhatian yang besar terhadap permasalahan adab-adab penuntut ilmu, diantaranya
adalah :
1.
Iklash
Seorang penuntut ilmu
dalam mencari ilmu hedaknya punya perhatian besar terhadap keikhlasan niat dan
tujuanya dalam mencari ilmu, yaitu hanya untuk Allah ta’ala. Karena
menuntut ilmu adalah ibadah, dan yang namanya ibadah tidak akan diterima
kecuali jika ditujukan hanya untuk Allah ta’ala. Allah ta’ala
berfirman :
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan mereka tidaklah
diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
amalan mereka.” [Al Bayyinah : 5]
Didalam shahihain
disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap
amalan itu tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan memperolah pahala
sesuai dengan apa yang dia niatkan.”
Nabi shallallahu ‘alaihiwa
sallam juga bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
:
إِنَّ
اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah
tidak melihat bentuk wajah dan harta kalian, namun yang Dia lihat adalah hati
dan amalan kalian.”
Oleh karena itu
seseorang yang punya cita-cita yang tinggi dalam mencari dan memperoleh ilmu
hendaknya punya perhatian yang besar terhadap keihklasan niat. Karena niat yang
ikhlas merupakan sebab akan barakahnya ilmu dan amal. Sebagaimana perkataan
sebagian salaf :
رُبَّ
عملٍ صغير تكثِّره النية ، ورُبَّ عملٍ كثير تصغره النية
“Betapa banyak amalan
kecil menjadi besar karena niatnya dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil
karena niatnya pula.”
Maka setiap orang yang
telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa belajar bahasa arab hendaknya waspada
terhadap niat yang rusak dan selalu berusaha untuk menjadikan niatnya dalam
belajar bahasa arab hanya mengharapkan keridhaan dan wajah Allah ta’ala.
2.
Bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu.
Sesungguhnya seorang
hamba butuh kepada kesungguhan dan semangat untuk memperoleh ilmu, apalagi ilmu
tentang bahasa arab, bahasa yang mempunyai 1001 qoidah. Dia harus memaksa
jiwanya untuk jauh dari sifat lemah dan malas. Oleh karena itu Nabi kita yang
mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah
dari sifat lemah dan malas. Karena malas akan menyebabkan terhalanginya
seseorang dari mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan sebaliknya dengan
kesungguhan akan diperoleh banyak keutamaan. Nabi Muhammad bersabda ,” Barangsiapa yang
bersungguh-sungguh dia akan mendapatkannya”. Demikian pula dalam
pepatah kita sering kita mendengar nasihat dimana ada kemauan disitu ada
jalan. Oleh karena itu seorang penuntut ilmu hendaknya mengerahkan segala
upaya untuk memaksa jiwanya dalam meraih ilmu bahasa arab sehingga dalam waktu
yang singkat bisa memahami bahasa arab dengan baik.. Sebagaimana firman Allah ta’ala
:
وَالَّذِينَ
جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh dijalan Kami nisacaya Kami akan tunjukkan kepadanya
jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” [Al Ankabut : 69] Semoga Alloh memudahkan kita untuk mempelajari
bahasa arab
3.
Meminta pertolongan
kepada Allah ta’ala
Ini adalah diantara
perkara penting yang harus diperhatiakan oleh seorang penuntut ilmu, bahkan
perkara ini adalah dasar yang harus ada pada seorang penuntut ilmu , yaitu beristi’anah
atau meminta pertolongan kepada Allah ta’ala untuk bisa meraih ilmu. Telah
berlalu sebelumnya firman Allah ta’ala :
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah (wahai
Nabi Muhammad), ya Rabb tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 11]
Telah
kita ketahui juga bahwa Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
setiap hari setelah selesai shalat subuh berdo’a kepada Allah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا
وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah sesungguhnya
saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik dan amalan yang
diterima.”
Maka seorang yang
belajar bahasa arab hendaknya selalau beristi’anah kepada Allah, meminta
pertolongan dan taufiq kepadaNya agar alloh memudahkan dirinya dalam
mempelajari bahasa arab karena barangsiapa yang Alloh kehendaki kebaikan maka
Alloh akan memudahkan dia dalam memahami agama.
4.
Meninggalkan Perbuatan
Dosa
Hendaknya para penuntut ilmu termasuk para
pelajar bahasa arab untuk menjauhi berbagai perbuatan maksiyat, karena
kemaksiyatan akan menghalangi pelakunya dari ilmu syar’i. Perhatikan apa yang
dilakukan oleh Imam Syafi’I berikut: “Aku mengadu kepada Waki’ tentang
kelemahan hafalanku; ia pun memberikan nasehat agar aku meninggalkan maksiat;
Ia memberitahuku pula bahwa ilmu itu cahaya; dan cahaya
Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
5.
Menuntut Ilmu Sejak Dini
Hendaknya menuntut ilmu sejak dini “Siapa yang kehilangan waktu
belajar pada waktu mudanya; takbirkan dia empat kali; anggap saja ia sudah
mati. Seorang pemuda akan berarti apabila ia berilmu dan bertaqwa; Jika dua hal
itu tiada, pemuda pun tak bermakna lagi.” Akan tetapi jika kita sudah besar dan
karena sesuatu dan lain hal tidak sempat belajar saat kecil tidak mengapa kita
memulainya sejak sekarang. Tidak ada istilah terlambat, banyak ulama yang mulai
belajar ketika sudah besar diantaranya adalah Fudail bin ‘Iyad dan Ibnu Hazm.
6.
Mencatat Setiap Ilmu
yang dipelajari
Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan menulis adalah pengikatnya;
ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat; Sebab diantara bentuk kebodohan, engkau
memburu seekor rusa; lalu kau biarkan rusa itu bebas begitu saja? tentu
tidakkan? Kita akan mengikatnya
kuat-kuat agar tidak terlepas lagi. Apalagi bahasa arab yang terkenal bahasa
paling sempurna dengan 1001 qoidah, tentu jika ingin sukses maka harus rajin
mencatat dan mengulang-ulang pelajaran yang lalu.
7.
Dibimbing Guru
Sabarlah dengan sikap guru yang terasa pahit di hatimu; sebab
kegagalan itu disebabkan meninggalkan guru. Barangsiapa yang tak mau merasakan
pahitnya menuntut ilmu sesaat; sepanjang hidupnya ia akan menjadi orang hina
karena kebodohannya. Lihatlah bagaimana Alloh mengisahkan Nabi-Nya yang Mulia
Musa ‘alaihisalam, beliau dengan tekun dibimbing oleh Khidir, taat dan patuh
terhadap perintah-perintahnya padahal Beliau Nabi Musa lebih mulia dari Khidir
akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi Nabi Musa untuk menjalankan nasihat-nasihat gurunya.
8.
Manejemen Waktu yang
Baik
Takkan ada seorang pun yang akan mencapai seluruh ilmu; takkan
ada, meskipun ia terus berusaha seribu tahun lamanya. Sesungguhnya ilmu itu
bagaikan lautan yang sangat dalam, sebab itu ambilah semua yang terbaik dari
ilmu yang ada dan bahasa arab adalah ilmu yang mulia sebagaimana keterangannya
telah berlalu yang harus dikelola dengan baik agar mendapatkan hasil yang
optimal.
9.
Menikmati Ilmu yang
Dipelajari
Setiap pelajar hendaknya menikmati masa-masa belajarnya dengan
penuh semangat dan gairah, berkata Imam Syafi,i,” Malam-malamku untuk
mempelajari ilmu terasa lebih indah daripada bersentuhan dengan wanita cantik
dan aroma parfum. Mata penaku yang tertuang dalam lembaran-lembaran kertasku
lebih nikmat daripada bercinta dan bercumbu. Menepuk debu-debu yang menempel di
lembaran-lembara kertasku lebih indah suaranya daripada tepukan rebana gadis
jelita”. Itulah gambaran para penuntut ilmu sejati, maka dengarkanlah ungkapan
penuntut ilmu ini,” Jikalau para raja dan para pangeran mengetahui kenikmatan yang
ada dalam diri kami karena kami mempelajari ilmu, niscaya merekan akan merampas
kenikmatan tersebut dengan pedang-pedang mereka dari dada kami.”
10. Bergaul
dengan Orang Berilmu dan Saleh
Bergaullah dengan
orang-orang berilmu dan bertemanlah dengan orang-orang saleh diantara mereka;
sebab berteman dengan mereka sangat bermanfaat dan bergaul dengan mereka akan
membawa keuntungan. Janganlah kau merendahkan mereka dengan pandanganmu; sebab
mereka seperti bintang yang memberi petunjuk, tak ada bintang yang seperti
mereka. Pertemanan dengan mereka seperti berteman dengan penjual minyak wangi,
kalaupun tidak terpercik minyak wangi darinya minimal kita merasakan nyaman
karena menghirup minyak wangi tersebut.
11.
Mengembara Mencari Ilmu
Imam Syafi’i berkata, “Mengembaralah! Engkau akan mendapat
sahabat-sahabat pengganti sahabat-sahabat yang ditinggalkan. Bekerja keraslah,
karena kelezatan hidup adalah dalam bekerja keras. Saya berpendapat bahwa air
jika tetap di suatu tempat, ia akan busuk. Jika ia mengalir barulah ia bersih,
dan kalau tidak mengalir akan menjadi kotor. Singa, jika tidak keluar dari
sarangnya, ia tak akan dapat makan. Anak panah jika tak meluncur dari busurnya
ia takkan mengena. Cobalah baca sejarah panjang para ulama, rihlah mereka dalam
mencari ilmu tentu kita akan merasa kecil dibandingkan mereka.
12. Tak
Pernah Puas dengan Ilmunya
Berkata
Imam Syafi’i “Setiap
aku mendapat pelajaran dari masa, setiap itu pula aku tahu segala kekurangan
akalku. Setiap ilmuku bertambah, setiap itu pula bertambah pengetahuanku akan
kebodohanku. Bahasa arab memiliki tingkatan yang berbeda-beda semakin tinggi
tingkatannya maka tingkat kesulitannya juga bertambah. Lihatlah Imam sibawaih,
dahulunya Beliau kesulitan dalam belajar bahasa arab sampai kemudian dia lari
ketengah hutan, ditengah hutan dia melihat ada batu hitam yang terdapat
cekungan ditengahnya. Setelah dia amati dengan seksama ternyata batu tersebut
menjadi cekung karena ada tetesan air yang menetes diatasnya. Dari situ Belaiu
mengambil kesimpulan sesulit apapun, sebodoh apapun seseorang jika dia
bersungguh-sungguh maka dia akan mampu mengerjakan pekerjaan sesulit apapun.
Maka sekembalinya Beliau dari hutan Beliau belajar dengan keras sehingga
benar-benar menguasai bahasa arab dan menjadi rujukan para penunutut ilmu
bahasa arab.”
13. Mengamalkan
ilmu.
Learnning by doing begitu kata orang, maka para penuntut ilmu
bahasa arab hendaknya juga mempraktikkan ilmunya dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Seorang yang mempelajari bahasa arab harus punya perhatian serius terhadap perkara
mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Ali radhiyallahu
‘anhu berkata :
“Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jika
dia penuhi ajakan tersebut ilmunya akan tetap ada, namun jika tidak maka
ilmunya akan hilang.”
Oleh sebab itu seorang
penuntut ilmu harus benar-benar berusaha mengamalkan ilmunya. Adapun jika yang
dialakukan hanya mengumpulkan ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya
akan menjadi mencelakannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Al Qur’an bisa menjadi
penolong bagimu atau justru bisa mencelakakanmu.”
Menjadi penolongmu jika
Engkau mengamalkannya, dan mencelakakanmu jika Engkau tidak mengamalkannya.
14.
Berhias dengan akhlaq
mulia.
Seorang penuntut ilmu hendaknya menghiasi
dirinya dengan akhlaq mulia seperti, lemah lembut, tenang, santun dan sabar.
Karena sifat-sifat tersebut termasuk akhlaq mulia. Para ulama’ telah menulis
banyak kitab tentang adab seorang penuntut ilmu. Diantara kitab ringkas yang
telah mereka tulis adalah kitab “Hilyah Thalabil Ilmi” buah karya Syaikh
Bakr Abu Zaid rahimahullah. Kitab ini adalah kitab yang sangat
bermanfaat dan berfaedah yang menjelaskan tentang adab-adab penuntut ilmu.
15. Mendakwahkan
ilmu.
Jika seorang penuntut
ilmu mendapatkan taufiq untuk bisa mengambil manfaat dari ilmunya, hendaknya
dia juga bersemangat untuk menyampaikan ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada
orang lain. Dalam rangka mengamalkan firman Allah ta’ala :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan
nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” [Al Ashr :1-3]
Didalam ayat yang mulia
ini, Allah ta’ala bersumpah bahwa manusia semunya mengalami kerugian,
tidak ada seorangpun yang selamat dari kerugian kecuali orang yang beriman,
berilmu, mengamalkan ilmunya, mendakwahkannya kepada orang lain serta bersabar
atas gangguan yang menimpanya.
Dari penjelasan diatas
dapat diketahui bahwa kedudukan ilmu dan beramal dengannya itu
bertingkat-tingkat. Sebagaimana dinukil oleh Adz Dzahabi rahimahullah di
Siyaru A’laamin Nubalaa dari Muhammad bin An Nadhr, dia berkata :
أَوَّلُ العِلْمِ الإسْتِماَعُ والإنْصَاتُ ، ثُمَّ
حَفَظَهُ، ثُمَّ العَمَلُ بِه ِ، ثٌمَّ بَثَهُ
“Ilmu yang pertama kali
adalah mendengar dan diam, kemudian menghafal, mengamalkan lalu menyebarkannya.”
Orang yang menyebarkan
ilmu akan memperoleh pahala yang besar, karena setiap kali ada orang yang
mengambil faedah dari ilmu yang dia sebarkan dan dakwahkan akan dicatat baginya
pahala sebagaimana pahala orang yang mengamalkan dakwahnya tersebut.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ
مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang
menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun juga.”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ
فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang
menunjukkan kebaikan maka baginya ada pahala sebagaimana orang yang
melakukannya.”
Maka setiap kali ada
orang yang mengambil manfaat dari ilmu bahasa arabnya, apakah ketika muridnya
membaca al-Quran atau Hadits Nabi Sholallohu’alaihiwa salam maka akan dicatat pahala baginya. Tidak
diragukan bahwa ini menunjukkan akan keutamaan mengajarkan ilmu bahasa arab dan
memberi manfaat kepada manusia dalam urusan agamanya yang merupakan bagian
penting dari penciptaan dirinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
لأَنَّ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلا وَاحِدًا
خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Allah memberikan
petunjuk kepada satu orang disebabkan karena kamu, maka hal itu lebih baik dari
pada onta merah (harta yang paling mahal).”
Kita meminta kepada
Allah, Rabb arsy yang agung, kita meminta dengan menyebut nama-namanya yang
indah dan sifat-sifatnya yang tinggi agar menganugerahkan kita semua ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih, agar Alloh berkenan memudahkan kita mempelajari
bahasa arab, bahasa Al-Quran, bahasa Hadits Nabi Sholalallohu’alaihi wa salam.
Menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, memperbaiki semua keadaan kita dan
tidak membiarkan kita bersandar pada diri kita sendiri meskipun hanya sesaat.
Kiat Sukses Dalam Belajar
§ Kesediaan dan kemauan untuk belajar.
§ Menentukan tujuan belajar.
§ Membuat jadwal belajar.
§ Memilih cara belajar yang benar.
§ Konsentrasi, merangkum, dan membuat tes mandiri.
§ Rajin mengikuti pelajaran.
§ Percaya pada kemampuan diri
§ Ikhlas dalam bertawakkal kepada Allah.
PRIVATE BAHASA ARAB
BalasHapusmumpung ada kesempatan bagus, mari belajar yuk..
info lebih lanjut hubungi:
telpon . 0857-7341-9408 (via tlp dan whatsapp)
bbm. 5889971D
instagram . www.instagram.com/riaanggrei/