PEMILIHAN SRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang
akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan
selama proses pembelajaran. Dalam setiap pembelajaran guru harus memilih
strategi yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Teknik dan
metode yang ada dalam pembelajaran juga penting demi tercapainya pembelajaran
yang efektif. Oleh karena itu, setiap calon guru nantinya harus menguasai
tentang strategi pembelajaran agar nantinya mampu menguasai kondisi kelas .
1. Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
pandangan tentang strategi pembelajaran?
b.
Sebutkan
komponen strategi pembelajaran?
c. Bagaimana
kriteria pemilihan strategi pembelajaran?
d.
Bagaimana
pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi?
e.
Bagaimana
cara pendekatan pembelajaran individu?
2.
Tujuan
a. Mampu
menjelaskan beberapa pandangan tentang strategi pembelajaran.
b. Mampu
menjelaskan komponen strategi pembelajaran.
c. Mampu
menjelaskan kriteria pemilihan strategi pembelajaran.
d. Mampu
menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi.
e. Mampu
menjelaskan tentang cara pendekatan pembelajaran individu.
BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN TENTANG STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Beberapa
pendapat tentang strategi pembelajaran
Terdapat berbagai pendapat tentang strategi
pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pembelajaran (instructional
technology), di antaranya akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Kozna
(1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai setiapkegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau
bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
b. Gerlach
dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang
dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran merupakan cara- cara yang
dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran
tertentu
c. Dick
dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh
komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar
yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.
d. Gropper
(1990) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai
jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
Memerhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas , dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Memerhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas , dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
2. Perbedaan antara strategi, metode, dan teknik
Pada berbagai situasi
proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah yang pada dasarnya
dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang dilakukan
oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran
sering kali disamakan artinya dengan metode pembelajaran.
Teknik adalah jalan , alat, atau media yang digunakan
oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin
dicapai (Gerlach dan Ely,1980)
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang
digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural,
yaitu berisi tahapan tertentu , sedangkan teknik adalah cara yang digunakan,
yang bersifat implementatif . Dengan perkataan lain , metode yang dipilih oleh
masing- masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda.
Apabila dikaji kembali,
definisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh berbagai ahli sebagaimana
telah diuraikan terdahulu , maka jelas disebutkan bahwa strategi pembelajaran
harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan
selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan perkataan lain , strategi pembelajaran
mengandung arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya,
metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi
pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang
akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan
selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan
karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Hubungan antara strategi, tujuan , dan metode pembelajaran dapa digambarkan sebagai suatu kesatuan sistem yang bertitik tolak dari penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran , dan perumusan tujuan , yang kemudian akan diimplementasikan ke dalam berbagai metode yang relevan selama proses pembelajaran berlangsung.
Hubungan antara strategi, tujuan , dan metode pembelajaran dapa digambarkan sebagai suatu kesatuan sistem yang bertitik tolak dari penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran , dan perumusan tujuan , yang kemudian akan diimplementasikan ke dalam berbagai metode yang relevan selama proses pembelajaran berlangsung.
KOMPONEN STRATEGI PEMBELAJARAN
Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa
terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu :
a. kegiatan
pembelajaran pendahuluan,
b.
penyampaian
informasi,
c. partisipasi
peserta didik,
d.
tes, dan
e.
kegiatan
lanjutan.
Pada bagian berikut akan diuraikan penjelasan
masing- masing komponen disertai contoh penerapannya dalam proses pembelajaran.
1.
Kegiatan pembelajaran pendahuluan
Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu
sistem pembelajaran secara keseluruhan memegang peranan penting. Pada bagian
ini guru diharapkan dapat menarik minat peserta didik atas materi pelajaran
yang akan disampaikan. Sebagaimana iklan yang berbunyi kesan pertama begitu
menggoda , selanjutnya terserah anda. Cara guru yang memperkenalkan materi
pembelajaran melalui contoh – contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari
atau cara guru yang meyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu
akan sangat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Persoalan motivasi
ekstrinsik ini menjadi sangat penting bagi peserta didik yang belum dewasa ,
sedangkan motivasi intrinsik sangat penting bagi peserta didik yang lebih
dewasa karena kelompok ini lebih menyadari pentingnya kewajiban belajar serta
manfaatnya bagi mereka.Secara spesifik , kegiatan pembelajaran pendahuluan
dapat dilakukan melalui teknik-teknik berikut.
a. Jelaskan
tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta
didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik akan
menyadari pengetahuan, keterampilan, sekaligus manfaat yang akan diperoleh
setelah mempelajari pokok bahasan tersebut.
b.Lakukan
apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Tunjukan pada peserta didik
tentang eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan
pengetahuan yang akan dipelajari.
2. Penyampaian informasi
Penyampaian informasi seringkali dianggap
sebagai suatu kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran , padahal
bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran.
Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi
peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi
tidak berarti. Guru yang mampu menyampaikan informasi yang baik, tetapi tidak
melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam
kegiatan pembelajaran selanjutnya.Dalam kegiatan ini , guru juga harus memahami
dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis
materi.
a. Urutan
penyampaian
Urutan penyampaian materi pelajaran harus
menggunakan pola yang tepat. Urutan materi yang diberikan berdasarkan tahapan
berfikir dari hal- hal yang bersifat kongkret ke hal- hal yang bersifat abstrak
atau dari hal- hal yang bersifat sederhana atau mudah dilakukan ke hal-hal yang
lebih kompleks atau sulit dilakukan. Selain itu, perlu juga diperlukan apakah
suatu materi harus disampaikan secara berurutan atau boleh melompat-lompat atau
bolak-balik , misalnya dari teori ke praktik atau dari praktik ke teori. Urutan
penyampaian informasi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat
memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.
b. Ruang
lingkup materi yang disampaikan
Besar kecilnya materi yang disampaikan atau
ruang lingkup materi sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan
jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada
saat penentuan tujuan pembelajaran. Apabila TPK berisi tentang muatan fakta
maka ruang lingkupnya lebih kecil dibandingkan dengan TPK yang berisi muatan
tentang prosedur.Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan
besar kecilnya materi adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut
menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu kesatuan yang bermakna
apabila dipelajari secara keseluruhan , dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa
bagian- bagian kecil tadi.
c. Materi
yang akan disampaikanMateri pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis
materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi terperinci),
keterampilan(langkah-langkah , prosedur, keadaan, dan syarat – syarat tertentu
), dan sikap (berisi pendapat , ide, saran , atau tanggapan) (Kemp, 1977).
Merril (1977:37) membedakan isi pelajaran menjadi 4 jenis, yaitu fakta ,
konsep, prosedur, dan prinsip. Dalam isi pelajaran ini terlihat masing-masing
jenis pelajaran sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang berbeda- beda.
Oleh karena itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus terlebih
dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan disampaikan agar diperoleh
strategi pembelajaran yang sesuai.
3. Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta
didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan
istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari SAT (student
active training), yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih
berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung
dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey,
1978: 108). Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi
peserta didik, yaitu sebagai berikut.
a) Latihan dan
praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang
suatu pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu. Sehingga setelah selesai
belajar mereka diharapkan benar-benar merencanakan TPK.
b) Umpan
Balik ,Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku sebagai hasil
belajarnya, maka guru diberikan umpan balik (feedback) terhadap hasil belajar
tersebut. Melalui umpan balik yang kegiatan yang telah mereka lakukan
benar/salah, tepat/tidak tepat, atau ada sesuatu yang diperbaiki.
4.
Tes
Serangkaian tes umum yang
digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus
telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan
benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.Pelaksanaan tes biasanya
dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah peserta didik melalui berbagai
proses pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pembelajaran
a) Diakhir
kegiatan belajar setiap peserta didik dapat menyebutkan 4 dari 5 ciri makhluk
hidup dengan benar. Standar keberhasilannya adalah apabila minimal peserta
didik dapat menyebutkan 3 dari 5 ciri mahkluk hidup atau tingkat penguasaan
berkisar 80%-85%.
b) Soal tes objektif dengan 4 pilihan terdiri atas
20 nomor, peserta didik dianggap menguasai materi apabila ia dapat mengerjakan
80%-85% soal dengan benar.
5. Kegiatan
Lanjutan
Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up
dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan
dengan baik oleh guru. Dalam kenyataanya, setiap kali setelah tes dilakukan
selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau diatas
rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat
penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima
tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang
bervariasi terebut.
KRITERIA
PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Pemilihan strategi pembelajaan yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi,
karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana proses
pembelajaran tersebut akan berlangsung. Terdapat beberapa metode dan tehnik
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama
efektifnya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu dibutuhkan kreativitas
guru dalam memilih strategi pembelajaran tersebut.Mager (1977: 54) menyampaikan
beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran,
yaitu sebagai berikut.
1. Berorientasi
pada tujuan pembelajaran.Tipe perilaku apa yang diharapkan dapat dicapai oleh
peserta didik
2. Pilih
tehnik pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki
saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja).
3. Gunakan
media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indra
peserta didik.
Selain kriteria diatas, pemilihan strategi
pembelajaran dapat dilakukan dengan memerhatikan pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini.
1. Apakah
materi pelajaran paling tepat disampaikan secara klasikal (serentak
bersama-sama dalam satu satuan waktu)?
2. Apakah
materi pelajaran sebaiknya dipelajari peserta didik secara individual sesuai
dengan kecepatan belajar masing-masing?
3. Apakah
pengalaman langsung hanya dapat berhasil diperoleh dengan jalan praktik
langsung dalam kelompok dengan guru atau tanpa kehadiran guru?
4. Apakah
diperlukan diskusi atau konsultasi secara individual antara guru dan siswa?
Selanjutnya dijelaskan
bahwa kriteria pemilihan strategi pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip
efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat
keterlibatan peserta didik.
Secara umum strategi pembelajaran terdiri atas
5 (lima) komponen yang saling berinteraksi dengan karakter fungsi dalam
mencapai tujuan pembelajaran yaitu
(1) Kegiatan
pembelajaran pendahuluan,
(2) Penyampaian
informasi,
(3) Partisipasi
peserta didik,
(4) Tes, dan
(5) Kegiatan
lanjutan.
Kegiatan strategi pembelajaran hendaknya
ditentukan berdasarkan kriteria berikut:
(1) Orientasi
strategi pada tugas pembelajaran,
(2) Relevan
dengan isi/materi pembelajaran,
(3) Metode
dan tehnik yang digunakan difokuskan pada tujuan yang ingin dicapai, dan
(4) Media
pembelajaran yang digunakan dapat merangsang indra peserta didik secara
simultan.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI
Ada beberapa model yang termasuk ke dalam
pendekatan pemrosesan informasi, diantaranya sebagai berikut.
1. Model
perolehan konsep, tokohnya adalah Brunner
2. Model
berfikir induktif, tokohnya adalah Hilda Taba.
3. Model
inquiry, tokohnya adalah Richard Suchman.
4. Model
Scientifiec inquiry, tokohnya adalah Joseph J. Schwab.
5. Model
penumbuhan kognitif, tokohnya adalah Piaget, Freud, Irving Siel, dan Kohlberg.
6. Model
advance organizer, tokohnya adalah David Ausubel.
7. Model
memory, tokohnya antara lain Harry Lorayne dan Jerry Lucas.
Dalam bagian ini, akan dibahas 3 model
pembelajaran yang termasuk di dalam pendekatan pembelajaran pemerosesan
informasi, yaitu
(1) model
pembelajaran perolehan konsep,
(2) model
pembelajaran berpikir induktif, dan
(3) model
pembelajaran pelatihan inquiry.
1. Model
Pembelajaran Perolehan Konsep (Concept Attainment Model)
Model pembelajaran perolehan konsep adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami
suatu konsep tertentu. .
Prosedur pembelajaran perolehan konsep meliputi tiga tahap, yaitu (1) penyajian
data dan identifikasi konsep, (2) pengujian perolehan konsep, dan (3) analisis
strategi berpikir. Model pembelajaran
perolehan konsep sangat sesuai diaplikasikan untuk pembelajaran yang menekankan
perolehan suatu konsep baru atau untuk mengejar cara berpikir induktif.
Pendekatan pembelajaran ini dikembangkan
berdasarkan karya Jerome Brunner, Jacqueline Goodnow, dan George Austin
Brunner. Goodnow dan Austin yakin bahwa lingkungan sekitar manusia beragam, dan
sebagai manusia kita harus mampu membedakan, mengkategorikan, dan menanamkan semua
itu. Kemampuan manusia dalam membedakan, mengelompokan dan menanamkan sesuatu
inilah yang menyebabkan munculnya sebuah konsep.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain.
a. Prosedur
Pembelajaran.
Suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap.
Pertama adalah tahap kategorisasi, yaitu upaya
mengategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang
diperoleh. Kemudian masuk ke tahap selanjutnya (kedua), kategori yang tidak
sesuai disingkirkan, dan kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk
suatu konsep (concept formation). Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat
disimpulkan (tahap ketiga). Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan
perolehan konsep .Melalui mode ini, perolehan konsep didasarkan pada kondisi
respektif siswa dan sifatnya lebih langsung. Artinya guru lebih banyak
memimpin. Mode ini terdiri dari tiga tahapan mengajar. Pertama guru menyajikan
data kepada siswa. Setiap data merupakan contoh dan bukan contoh yang terpisah.
Data tersebut dapat berupa peristiwa, orang, obyek, cerita, dan lain-lain.
Siswa diberitahu bahwa dalam daftar data yang disajikan terdapat beberapa data
yang memiliki kesamaan. Mereka diminta untuk memberi nama konsep tersebut dan
menjelaskan konsep mamalia di atas.
Tahap kedua, siswa
menguji perolehan konsep mereka. Pertama dengan cara mengidentifikasi contoh
tambahan lain yang mengacu pada konsep tersebut. Kedua dengan memunculkan
contoh mereka sendiri. Selain itu guru mengkonfirmasi kebenaran dari dugaan
siswanya terhadap konsep tersebut dan meminta mereka untuk merevisi konsep yang
masih kurang tepat.
Tahap ketiga,
mengajak siswa untuk menganalisis/mendiskusikan strategi sampai mereka dapat
memperoleh konsep tersebut. Dalam keadaan sebenarnya pasti penelusuran konsep
yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang mulai dari umum, ada yang mulai dari
khusus, dan lain-lain. Akan tetapi perbedaan strategi di antara siswa ini
menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk memilih strategi mana yang paling
tepat dalam memahami suatu konsep tertentu.
b. Aplikasi
Model pembelajaran ini
sangat sesuai digunakan untuk pembelajaran yang menekankan pada perolehan suatu
konsep baru atau untuk mengajar cara berpikir induktif kepada siswa. Model
ini juga relevan diterapkan untuk semua umur dan semua tingkatan kelas. Bagi
anak-anak, konsep dan contohnya harus lebih sederhana dibandingkan untuk anak
tingkatan kelas yang lebih tinggi. Terakhir model ini juga dapat menjadi alat
evaluasi yang efektif bagi guru untuk mengukur apakah ide atau konsep penting
yang baru saja diajarkan telah dikuasai oleh siswa atau tidak.
2. Model
Pembelajaran Berpikir Induktif
Model pembelajaran
berpikir induktif merupakan suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa mengolah informasi atau strategi mengajar untuk
mengembangkan ketrampilan berpikir siswa.
Model pembelajaran berpikir induktif merupakan
karya besar Hilda Taba. Suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi. Secara singkat model ini
merupakan strategi mengajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
Model dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut. Kemampuan
berpikir dapat diajarkan ,Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara
individu dengan data, dan Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang
beraturan (lawful). Prosedur pembelaran berpikir induktif terdiri atas tiga
strategi, dimana setiap strategi terdiri atas beberapa tahapan .
a. Prosedur Pembelajaran
Postulat yang diajukan Taba di atas menyatakan
bahwa keterampilan berpikir harus diajarkan dengan menggunakan strategi khusus.
Menurutnya, berpikir induktif melibatkan tiga tahapan dan karenanya ia
mengembangkan tiga strategi cara mengajarkan. Strategi pertama adalah
pembentukan konsep (concept formation) sebagai strategi dasar, kedua
interprestasi data (data interpretation), dan ketiga adalah penerapan prinsip
(application of principles).
Strategi 1: Pembentukan Konsep
Strategi 1: Pembentukan Konsep
Tahap pertama dalam
strategi pembentukan konsep ini terdiri dari tiga langkah, yaitu
(1) Mengidentifikasi
data yang relevan dengan permasalahan (Membuat daftar konsep)
(2) Mengelompokkan
data atas dasar kesamaan karakteristik(Pengelompokan konsep berdasarkan karakteristik
yang sama)
(3) Membuat
kategori serta memberi label pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan
karakteristik(Pengelompokan konsep berdasarkan karakteristik
yang sama)
Strategi 2: Interpretasi Data
Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan
bagaimana menginterpretasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan strategi
pertama (pembentukan konsep), cara ini dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Sebagai langkah pertama guru
dapat mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa agar dapat
mengidentifikasi aspek-aspek tertentu dari suatu data. Berikutnya
guru meminta siswa untuk menjelaskan berbagai informasi yang diperolehnya dan
menghitung antara yang satu dengan yang lainnya. Pertanyaan yang diajukan kali
ini menekankan pada pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan sebab akibat.
Langkah ketiga adalah membuat kesimpulan. Strategi 2: interpretasi data,
meliputi lngkah-langkah :
a)
Mengidentifikasi dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya;
b)
Menjelaskan dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya;
c) Membuat
kesimpulan
Strategi 3: Pembelajaran Prinsip
Strategi ketiga merupakan kelanjutan dari
strategi pertama dan kedua. Setelah siswa dapat merumuskan suatu konsep,
menginterpretasi, dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka diharapkan dapat
menerapkan suatu prinsip tertentu ke dalam situasi permasalahan yang berbeda.
Atau siswa diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu
prinsip untuk menjelaskan suatu fenomena baru.
Langkah pertama yang harus diajukan guru adalah mengajukan
suatu Permasalahan baru. Langkah berikutnya adalah meminta siswa untuk menjelaskan
prediksi atau hipotesisnya. Langkah terakhir adalah meminta siswa untuk menjelaskan
dasar teori/argumen yang memperkuat hipotesisnya. Pada bagian ini, siswa
diminta untuk menggunakan logika dengan memanfaatkan data dan informasi
pendukung yang cukup dan akurat.
Strategi 3 : penerapan
prinsip, meliputi langkah-langkah :
a. Membuat hipotesis, memprediksi konsekuensi;
b. Menjelaskan teori yang mendukung hipotesis atau prediksi;
c. Menguji hipotesis/prediksi.
b. Aplikasi
Model pembelajaran ini ditunjukan untuk
membangun mental kognitif. Karenanya sangat sesuai untuk mengembangkan
kemampuan berfikir. Namun demikian, strategi ini sangat membutuhkan bayak
informasi yang harus digali oleh siswa. Kelebihan lain dari model ini, selain
sangat sesuai untuk social study, juga dapat digunakan untuk semua mata
pelajaran, seperti sains, bahasa, dan lain-lain. Satu hal lagi yang tidak kalah
penting, model ini juga secara tidak langsung dapat mengembangkan kemampuan
berfikir kreatif.
3.
Model Pembelajaran
Inquiring Training
Model pembelajaran inquiry training bertujuan
untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan
memecahkan masalah secara ilmiah.
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh
seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman mayakini bahwa anak-anak merupakan
individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu,
prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka. Berikut ini
adalah postulat yang dianjurkan oleh Suchman untuk mendukung teori yang
mendasari model pembelajaran ini.
1. Secara
alami manusia mepunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala
sesuatu yang menarik perhatiannnya.
2. Mereka
akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dengan akan belajar
untuk menganalisis strategi berpikirnya.
3. Strategi
baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambah/digabungkan dengan strategi
lama yang telah dimiliki siswa.
4. Penelitian
kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu
siswa belajar tentang sesuatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan
belajar menghargai penjelasan atau solusi alternatif.
Secara singkat, model ini bertujuan untuk
melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan
masalah secara ilmiah. Karena pada dasarnya secara intuitif setiap individu
cenderung melakukan kegiatan ilmiah (mencari tahu/memecahkan masalah).
Kemampuan tersebut dapat dilatih sehingga setiap individu kelak dapat melakukan
kegiatan ilmiahnya secara sadar (tidak intuitif lagi) dan dengan prosedur yang
benar.
Melalui model ini, Suchman juga ingin
meyakinkan kepada siswa bahwa ilmu bersifat tentatif dan dinamis, karena ilmu
berkembang terus-menerus. Sesuatu yang saat ini diyakini benar, kelah suatu
saat belum tentu benar atau berubah. Di samping itu, siswa dilatih untuk dapat
menghargai alternatif-alternatif lain yang mungkin berbeda dengan yang telah
ada sebelumnya dan telah diyakini sebagai suatu kebenaran.
a. Prosedur
Pembelajaran
Tujuan utama dari model ini adalah membuat
siswa menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk
mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada suatu (masalah) yang misterius,
belum diketahui, tetapi menarik. Namun, perlu diingat bahwa masalah tersebut
harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable
ideas), bukan mengada-ada.Terdapat
lima langkah prosedur mengerjakkan inquiry training.
Tahap pertama , siswa dihadapkan pada suatu situasi yang
membingungkan (teka-teki).
Tahap kedua dan ketiga adalah pengumpulan
data untuk vefikasi dan experimentasi.
Tahap keempat , tahap merumuskan penjelasan atas peristiwa yang
telah dialami siswa.
Langkah terakhir (tahap
kelima),menganalisis
proses penelitian yang telah mereka lakukan.
b. Aplikasi
Awalnya model pembelajaran
ini digunakan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan alam, namun selanjutnya dapat
digunakan sebagai suatu situasi masalah yang dapat dilontarkan oleh guru untuk
melatih siswa cara berpikir ilimiah. Kunci utamanya terletak pada upaya
memformulasikan suatu masalah yang menarik, misterius, dan menantang bagi
siswa agar mampu berpikir ilmiah, seperti: (1) ketrampilan melakukan
pengamatan, pengumpulan, dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan
menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena, (2) kemandirian belajar, (3)
ketrampilan mengekpresikan secara verbal, (4) kemampuan berpikir logis, dan (5)
kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative.
Prosedur pembelajaran inquiry training terdiri
dari lima tahapan, yaitu:
Tahap 1 : melontarkan permasalahan;
Tahap 2 ; mengumpulkan data dan verifikasi;
Tahap 3 ; mengumpulkan data dan eksperimentasi;
Tahap 4 : merumuskan penjelasan;
Tahap 5 : menganalisis proses inquiry
(penelitian
Model pembelajaran inquiry training sangatlah
penting untuk mengmbangkan nilai dan sikap dalam cara berpikir ilmiah, seperti:
(1) ketrampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data,
termasuk merumuskan data menguji hipoteis serta menjelaskan fenomena, (2)
kemandirian belajar, (3) ketrampilan mengekspresikan secara verbal, (5)
kemampuan berpikir logis, dan (6) kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan
tentative.
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN INDIVIDU
Berbeda dengan pendekatan pembelajaran
pemrosesan informasi, pendekatan pembelajaran individu berorintasi pada
individu dan pengembangan diri. Pendekatan ini memfokuskan pada proses di
mana individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara realitas bersifat
unik. Secara singkat model ini menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu
upaya membantu siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan
lingkungannya dan membantu mereka untuk dapat memandang dirinya sebagai pribadi
yang mampu/berguna.
Ada beberapa model pembelajaran yang termasuk
pendekatan ini, diantaranya adalah pengajaran tidak langsung, pelatihan
kesadaran, sinektik, sistem konseptual, dan pertemuan kelas. Dalam pembahasan
ini hanya tiga mode yang akan diperkenalkan, yaitu
(1) model pembelajaran pengajaran tidak
langsung nondirective teching),
(2) model pembelajaran pelatihan kesadaran
(awareness training), dan
(3) model pembelajaran pertemuan kelas
(claasroom meeting).
1. Model
pembelajaran Tidak Langsung (Non-Directive Teaching)
Sebelumnya perlu
disampaikan bahwa yang dimaksud dengan nondirective adalah tanpa menggurui.
Model pengajaran nondirective merupakan hasil karya Carl Roger dan tokoh lain
pengembang konseling nondirerategi rategictive . roger mengaplikasikan stategi
konseling ini untuk pembelajaran. Ia meyakini bahwa hubungan manusia yang
positif dapat membantu individu berkembang. Oleh karena itu, pengajaran harus
didasarkan atas hubungan yang positif, bukan semata-mata didasarkan atas
penguasaan materi ajar belaka.
Model pengajaran tidak langsung (non-directive teaching) menekankan pada upaya memfasilitasi belajar. Tujuan utamanya adalah membantu siswa mencapai integrasi pribadi, efektivitas pribadi, dan penghargaan terhadap dirinya secara realistis.
Peran guru model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator. Oleh karena itu, guru hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan siswanya, yaitu sebagai pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam menjalankan peranannya ini, guru membantu siswa menggali ide dengan orang lain.
Model pengajaran tidak langsung (non-directive teaching) menekankan pada upaya memfasilitasi belajar. Tujuan utamanya adalah membantu siswa mencapai integrasi pribadi, efektivitas pribadi, dan penghargaan terhadap dirinya secara realistis.
Peran guru model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator. Oleh karena itu, guru hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan siswanya, yaitu sebagai pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam menjalankan peranannya ini, guru membantu siswa menggali ide dengan orang lain.
a. Prosedur
Pembelajaran
Teknik utama dalam
mengaplikasian model pembelajaran tidak langsung adalah apa yang diistilahkan
oleh Roger sebagai non-directive Interview atau wawancara tanpa menggurui,
yaitu wawancara tatap muka antara guru dan siswa. Selama
wawancara, guru berperan sebagai kolaborator dalam proses penggalian jati diri
dan pemecahan masalah siswa. Inilah yang dimaksud dengan tanpa menggurui
(non-directive).
Guru menggunakan teknik wawancara ini untuk
membimbing siswa dalam penyelesaian karyanya dengan membimbing siswa dalam
mencari topik-topik pelajaran tertentu yang menarik baginya. Secara singkat
model pemnbelajaran ini dapat membantu siswa memperkuat persepsi terhadap
dirinya dan mengevaluasi kemajuan dan perkembangan dirinya. Kunci utama
keberhasilan dalam menerapkan model ini adalah kemitraan antara guru dan siswa.
Menurut Rogers, iklim
wawancara yang dilakukan oleh guru harus memenuhi empat syarat, yaitu (1) guru
harus menunjukan kehangatan dan tanggap atas masalah yang dihadapi siswa serta
mempelakukannnya sebagaimana layaknya manusia, (2) guru harus mampu membuat
siswa mengekpresikan perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan
penilaian (mencapai salah atau buruk), (3) siswa harus bebas mengekspresian
secara simbolis perasaannya, dan (4) proses konseling (wawancara) harus bebas
dari tekanan.
Secara umum, sebagaimana halnya model
pembelajaran lain, model pembelajaran ini juga memiliki tahapan. Rogers
mengelompokkan ke dalam lima tahap.
Tahap Pertama, membantu siswa menemukan inti
permasalahan yang dihadapinya. Tahap kedua, guru mendorong (memancing) siswa
agar dapat mengekpresikan perasaanya, baik positif maupun negatif. Tahap
Ketiga, siswa secara bertahap mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan
dirinya.Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang telah diambilnya pada tahap ketiga diatas).
b. Aplikasi
Model pembelajaran pengajaran tidak langsung
(tanpa menggurui) bisa digunakan untuk berbagai situasi masalah, baik masalah
pribadi, sosial, dan akademik. Dalam masalah pribadi siswa menggali perasaan
tentang dirinya. Dalam masalah sosial, ia menggali perasaan tentang hubungannya
dengan orang lain. Dalam masalah akademik, ia menggali peranan tentang
kompetisi dan minatnya.
Dari semua kasus diatas, esensi atau urutan
wawancara harus bersifat personal, bukan eksternal. Artinya, harus datang dari
perasaan, pengalaman, pemahaman dan solusi yang dipilihnya sendiri. Inilah inti
dari istilah tidak menggurui (non-directive) yang dimaksud oleh rogers.
2. Model pembelajaran Tidak Langsung
(Non-Directive Teaching)
Model pembelajaran pelatihan kesadaran
merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. Ia menekankan pentingnya
pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahaman
individu). Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan
untuk merealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu (1) fungsi tubuh; (2)
fungsi personal, termasuk didalamnya akusisi pengetahuan dan pengalaman,
kemampuan berfikir logis, kreatif, dan integrasi intelektual; (3) perkembangan
interpersonal; (4) hubungan institusi-institusi sosial, organisasi sosial, dan
budaya masyarakat. Oleh karena itulah, Schutz ingin mengembangkan model
pembelajaran untuk memenuhi salah satu dari keempat tipe perkembangan tersebut,
yaitu perkembangan interpersonal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman
diri dan kesadaran akan perilaku diri sendiri dan perilaku orang lain sehingga
dapat membantu siswa mengembangkan perkembangan pribadi dan sosialnya.
a. Prosedur
PembelajaranKunci utama prosedur pembelajaran model ini didasarkan atas teori
encounter. Teori ini menjelaskan
metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antara manusia yang didasarkan
atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap
diri sendiri atau orang lain, dan orientasi pada kondisi saat ini.Model
pembelajaran ini terdiri atas dua tahapan. Pertama adalah penyampaian dan
penyelesaian tugas. Tahapan kedua adalah diskusi atau analisis tahap pertama.
Jadi, intinya siswa diminta melakukan sesuatu (berkaitan dengan teori encounter
tadi), setelah itu mendiskusikan (refleksi bersama) atas apa yang telah
terjadi.
b. Aplikasi.
Sampai
saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini.
Permainan senderhana dapat dilakukan untuk keperluan ini. Model ini juga dapat
dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam
pelaksanaan diskusi, keterbukaaan dan kejujuran menjadi sangat penting. Hasil
penelitian menunjukan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.
3. Model Pembelajaran Pertemuan Kelas
Model ini diciptakan berdasarkan terapi
realitas yang dipelopori oleh William Glasser. Tetapi realitas merupakan
landasan teori kepribadian yang digunakan untuk terapi tradisional dan dapat
diaplikasikan untuk pengajaran. Glasser pecaya bahwa permasalahan manusia
kebanyakan disebabkan oleh kegagalan mengfungsikan diri dalam lingkungan
sosialnya (kegagalan fungsi sosial). Ia percaya bahwa manusia mempunyai dua
kebutuhan dasar, yaitu cinta dan harga diri. Keduanya terjadi dalam hubungan
antara satu individu dengan individu lain dalam suatu lingkungan sosial.
Individu mempunyai masalah Karena gagal memenuhi kebutuhan dasar, yaitu
keterikatan (cinta) dan kehormatan (harga diri).Intinya, manusia harus memiliki
kemamuan untuk berhubungan dengan orang lain agar mencintai dan dicintai,
dihargai dan saling menghargai.Kemampuan ini tidak dapat
dilakukan melalui terapi individu seperti yang ditawarkan oleh para ahli jiwa
(psikiater), tetapi melalui konteks kelompok sosial, seperti lingkungan kelas
atau sekolah. Oleh karena itu, Glasser mengaplikasikannya untuk pembelajaran di
kelas. Jadi, model pertemuan (diskusi kelas) adalah model pembelajaran yang ditujukan
untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling
menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku positif.
a. Prosedur
Pembelajaran
Model pertemuan (diskusi kelas) terdiri atas enam tahap, yaitu (1) menciptakan
iklim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaikan permasalahan diskusi, (3)
membuat penilaian pribadi, (4) mengedntifikasikan alternatif tindakan solusi,
(5) membuat komitmen, dan (6) merencankan tindak lanjut tindakan.
Langkah pertama, merupakan prasyarat pertemuan kelas. Bahkan hanya
sekedar melakukan pertemuan atau diskusi baru, tetapi lebih jauh membangun
suatu kualitas hubungan yang kondusif, hangat, personal,dan terbuka sehingga
perasaaan dan pendapat dari semua orang akan dihargai, diterima tanpa ada
tekanan, rasa takut penghakiman atau penilaian. Setiap orang berbicara atas namanya sendiri dan
semua orang hendaknya didorong untuk berpartisipasi.
Langkah
kedua, penyampaian masalah yang akan dibahas
(didiskusikan) dapat datang dari siswa atau guru. Guru hendaknya menghindari
adanya siswa yang dijadikan sampel atau contoh. Permasalahan yang diajukan
hendaknya yang berkaitan dengan prilaku yang hendak diperbaiki. Sebagai contoh,
permasalahan yang diajukan adalah perilaku bohong/ ngibul, sebagai mana sering
terjadi/ dilakukan oleh siswa. Dalam penyampaian masalah ini, guru tidak harus
menyebut nama-nama siswa yang suka berperilaku ngibul. Setelah permasalahan
disampaikan,
(langkah ke tiga) dua hal yang harus dilakukan siswa, yaitu (1)
mengidentifikasikan konsekuensi jika permasalahan tersebut teru dilakukan, baik
bagi diri sendiri maupun orang lain, dan (2) menjelaskan norma-norma sosial
(sebagai rujukan) yang mengatur hal tersebut.Tujuan langkah ketiga adalah agar
semua siswa membuat penilaian secara pribadi terhadap permasalahan yang
diajukan. Untuk kebutuhan ini, mereka perlu memberikan
penjelasan mengapa permasalahan tersebut relevan atau tidak menurut nilai atau
norma sosial yang berlaku.
Dalam
tahap keempat, siswa secara lebih dalam mengidintifikasi
alternatif-altenatif tindakan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini
dilanjutkan dengan langkah kelima, di mana siswa membuat komitmen bersama untuk
mencari alternatif tindakan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya.
Tahap
terakhir, guru meminta siswa untuk menjelaskan atau
melaporkan efektivitas dari alternatif-alternatif tindakan yang dilakukan.
Selanjutnya memberikan saran tindakan selanjutnya.
b. Aplikasi.
Model
pertemuan kelas kali ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Akan
tetapi, biasanya sekali sehari cukup tergantung permaasalahan yang dihadapi.
Umumnya, pertemuan kelas berlangsung dimana siswa dan guru duduk melingkar dan
saling berdekat satu sama lain.Pada pertemuan pagi hari, sebelum pembelajaran
kelas dimulai, pertemuan kelas dapat membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi
kemarin. Atau mungkin merefleksikan kejadian yang terjadi diluar kelas. Siswa
dilatih mengkritisi permasalahan, memberikan penilaian pribadi berdasarkan
nilai atau norma sosial yang berlaku dan telah dikenalnya serta memberikan ide
solusi pemecahannya.
Jika
permasalahan yang dibahas berkaitan dengan perilaku siswa di dalam kelas,
setelah komitmen dibuat harus dilaksanakan dengan serius. Guru harus
benar-benar memonitor hal ini. Jika tidak, hasil pertemuan kelas tidak akan
bermakna. Khawatir dianggap hanya main-main belaka.Model ini dapat
diaplikasikan untuk semua jenis fungsionalisasi, baik sosial maupun akademik,
dan terutama diaplikasikan untuk mengembangkan fungsi personal. Dengan
demikian, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi lebih bertanggung
jawab, punya integrasi, disiplin, dan dapat mengarahkan dan memonitor
kemajuannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang
akan digunakan oleh pengajar untuk memilih
kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran.
2. Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa
terdapat 5 komponen strategi pembelajaran,yaitu (1) kegiatan pembelajaran
pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes,
dan (5) kegiatan lanjutan.
3. Pemilihan strategi pembelajaan yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran
yang akan dicapai.
4. Ada beberapa model yang termasuk ke dalam
pendekatan pemrosesan informasi, diantaranya sebagai berikut.
Model perolehan konsep,
tokohnya adalah Brunner.
Model berfikir induktif,
tokohnya adalah Hilda Taba.
Model inquiry, tokohnya
adalah Richard Suchman.
Model Scientifiec inquiry,
tokohnya adalah Joseph J. Schwab.
Model penumbuhan kognitif,
tokohnya adalah Piaget, Freud, Irving Siel, dan Kohlberg.
Model advance organizer,
tokohnya adalah David Ausubel.
Model memory, tokohnya
antara lain Harry Lorayne dan Jerry Lucas.
5. Pendekatan
pembelajaran individu berorintasi pada individu dan pengembangan diri.
B. Saran.
Setiap guru hendaknya memilih strategi
pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dengan penyesuaian
tersebut maka proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Doyin, Mukh, Warigan. 2010. Bahasa lndonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:Unnes Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar