MAKALAH
MEMAHAMI AYAT-AYAT AL QUR’AN TENTANG KOMPETISI
DALAM KEBAIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Materi Pendidikan Agama Islam

DISUSUN OLEH :
ENDANG SUPRIHATIN
DOSEN :
Desy Aniqotsunainy,S.Sos,S.PdI,MPd
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MASJID
SYUHADA (STAIMS) YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami
panjatkan ke hadirat
Allah Subhaanahu wata’aala, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Salawat dan
salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Shalallahi ‘alaihi wa sallam atas perjuangan
beliau kita dapat menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi samudera
kehidupan ini. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Memahami Ayat-Ayat Al Qur’an Tentang Kompetisi dalam Kebaikan” dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Materi Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................
|
i
|
DAFTAR
ISI.........................................................................................................
|
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH..........................................................
B.
RUMUSAN
MASALAH..........................................................................
|
1
1
1
|
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................
A.
PENGERTIAN
BERKOMPETISI...........................................................
B.
PENGERTIAN
KEBAIKAN...................................................................
C.
LAFAL ,
ARTI DAN KANDUNGAN AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI DALAM
KEBAIKAN.......................................................
1.
Surat Al
Baqarah : 148........................................................................
2.
Surat Al
Fathir :
32..............................................................................
D.
PENJELASAN
MAKNA SECARA UMUM AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
................................
|
3
3
3
4
4
8
12
|
BAB III
PENUTUP..............................................................................................
|
18
|
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................
|
19
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Allah Ta’ala
telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya harus kita
syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat
tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan
kepada kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan
kita dengan cara memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan
apa yang Allah kehendaki.
Di antara
nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya anggota
badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita
gunakan untuk ketaatan kepada Allah,dan berkompetisi dalam meraih kebaikan
untuk kehidupan yang akan datang dengan cara menginfakkan harta yang kita
miliki di jalan kebenaran, membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir
kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih, mengucapkan ucapan yang baik,
beramar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan dibahas pada makalah ini,
yaitu :
1.
Apa pengertian dari berkompetisi?
2.
Apa pengertian kebaikan?
3.
Bagaimana penjelasan perintah Allah
SWT dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah:148 untuk berkompetisi ?
4.
Bagaimana penjelasan perintah Allah
SWT dalam Al-Quran Surat Al- Faathir : 32 untuk
berkompetisi ?
5.
Apa faedah
berkompetisi dalam urusan akhirat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BERKOMPETISI
Kompetisi adalah kata kerja
intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali
ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau
with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan
kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman
(1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan
orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama
atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi
adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa
kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
B.
PENGERTIAN
KEBAIKAN
Secara umum kebaikan adalah sesuatu
yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku
manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempuranan
manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan
dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah
tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu.
Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai
tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya manusia
dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia akan hidup secara
serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara serampangan menjadi
tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada
kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.Untuk setiap manusia,
hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusiamempunyai sifat serupa dalam
usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir selamanya merupakan
kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau tidak.
Tingkah laku
atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke
arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik
sebagai manusia
C.
LAFAL ,
ARTI DAN KANDUNGAN AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
1.
Surat
Al-Baqarah : 148
1) Lafal dan Arti
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ
الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٤٨﴾
Artinya :
Dan bagi tiap-tiap umat ada
kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu
(dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.( Q.S Al-Baqarah : 148 )
2)
Arti kata
dan Identifikasi tajwid
1)
Arti kata
No
|
Lafadz
|
Arti
|
1.
|
وَلِكُلِّ
|
Dan bagi tiap tiap ( umat )
|
2.
|
وِّجْهَةُ
|
Kiblat
|
3.
|
هُوَ
|
Ia
|
4.
|
مُوَلِيْهَا
|
Menghadap kepadanya
|
5.
|
فَاسْتَبِقُوا
|
Maka berlomba – lombalah kamu
|
6.
|
الْخَيْرَتِ
|
Kepada kebaikan
|
7.
|
اَيْنَ مَا
|
Dimana saja
|
8.
|
تَكُوْنُوْ
|
Kamu berada
|
9.
|
يَأْتِ
|
Menghadapkan / mengumpulkan
|
10.
|
بِكُمُ اللهُ
|
Dengan / padamu Allah
|
11.
|
جَمِيْعًا
|
Semua / sekalian
|
12.
|
اِنَّ اللهَ
|
Sesungguhnya Allah
|
13.
|
عَلَى كُلِّ
|
Atas segala
|
14.
|
شَيْئٍ
|
Ssuatu
|
15.
|
قَدِ يْرٌ
|
Maha kuasa
|
2)
Penerapan hukum
tajwid
No
|
Lafal
|
Bacaan
|
Cara Membaca
|
Sebab
|
1.
|
وَلِكُلٍّ
وِّجْهَةٌ
|
Idghom bighunnah
|
Walikulliw wijhatun (suara nun
tanwin masuk kesuara wau dengan dengung ditahan kira kira dua
ketukan )
|
Ada tanwin kasrah pada huruf lam
ber temu dengan huruf wau
|
2.
|
وِجْهَةٌ
هُوَ
|
Idhar halqi
|
Wijhatun hua
( dibaca jelas dengan satu ketukan
)
|
Ada tanwin dlomah pada
huruf ta ber- temu dengan huruf ha
|
3.
|
مُوَلِّيْهَا
|
Mad tabi'i
|
Muwalliihaa
( dibaca panjang 2 ke tukan baik
wasal maupun waqaf )
|
Ada ya sukun didahului haro- kat kasroh dan alif di dahului
harakat fathah
|
4.
|
اَلْخَيْرَتِ
|
-mad layin
- idhar qamariyah
|
Al khairat
(dibacalunak)
Alkhairat (dibaca jelas)
|
Ada yak sukun didahu lui harakat
fathah
Alif lam ber- temu
dengan huruf kho atau huruf qamariah yang harus dibaca jelas
|
5.
|
تَكُوْنُوْا
|
Mad tabi 'i
|
Takuu nuu
( dibaca panjang dua ketukan baik
wasal / waqaf
|
Ada wau sukun dida hului harakat
dlomah
|
6.
|
بِكُمُ
اللهُ
|
Lam tafkhim
|
Bikumullahu ( lam pada lafal Allah
bibaca tebal )
|
Lafal jalalah didahului harakat
dlomah
|
7.
|
جَمِيْعًا
|
Mad iwad
|
Jami 'aa ( dibaca panjang dua
ketukan )
|
Ada fathah tanwin ber- temu dengan waqaf
|
3)
Kandungan Isi
Setiap umat
mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke ka’bah, Bani
Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah
memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ka’bah dalam shalat. Alloh
subhaanahu wa ta’aal memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam
beribadah kepada-Nya dengan menunjuk arah kiblat yang telah ditentukan. Manusia
yang taat dan patuh terhadap perintah Alloh, tentu akan melaksanakan dengan
penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar akan mencari dan membuat arah kiblat
sendiei sesuai dengan keinginnanya.
Allah akan menghimpun seluruh manusia
untuk dihitung dan diberi balasan atas segala alam perbuatannya.
Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkannya
untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Allah subhaanahu wa
ta’aala akan dapat menilai dan melihat hamba-hamba-Nya yang patuh dan taat,
demikian juga melihat hamba-hamba-Nya yang melanggar dan meninggalkan
perintah-Nya. Manusia yang selalu berbuat ketaatan Allah akan membalasnya
dengan pahala dan surga, adapun manusia yang lalai dan meninggalkan
perintah Allah maka tempatnya adalah neraka yang apinya selalu menyala-nyala.
Berlomba-lomba
dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Perbuatan baik
sekecil apapun pasti akan mendapat balasannya, demikian juga perbuatan buruk
atau jahat sekecil apapun akan mendapat balasan yang adil dan setimpal. Tidak
ada satupun manusia di hari kiamat yang dapat meloloskan diri dari pengadilan
Allah subhaanahu wa ta’aala.
4)
Gambaran Surat
Al Baqarah : 148
a) Setiap umat mempunyai
kiblat sendiri-sendiri ( umat Islam kiblatnya Ka;bah, umat Yahudi kiblatnya
Baitul Maqdis)
b)
Setiap
manusia supaya menggunakan akal dan kemampuan untuk berfastabaqul khairat
c)
Umat islam
tidak boleh malas dalam beramal ( baik untuk diri sendiri / orang lain )
d) Setiap orang
kelak akan dikumpulkan dan akan dihisab maka harus berhati – hati setiap
melakukan sesuatu
5)
Perilaku yang
mencerminkan Surat Al Baqarah : 148
a)
Bersikap jujur
b)
Mencintai kebaikan
c)
Menyadari bahwa hanya amal baik yang akan menjadi bekal
kehidupan akherat
d)
Tetap berpegang teguh terhadap keyakinan dalam beragama
islam
e) berhati hati setiap melakukan sesuatu pekerjaan ( karena
setiap pekerjaan akan dimintai pertanggung jawaban )
f) setiap melakukan sesuatu hendaknya mempunyai arah tujuan
yang jelas ( yaitu mencari ridlo Allah)
g)
banyak berlomba dalam kebaikan ,
yang kebaikan itu macamnya banyak sekali .
2.
Surat Al –Faathir : 32
1)
Lafal dan Arti
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ
الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم
مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ
الْفَضْلُ الْكَبِيرُ﴿فَاطر:٣٢)
Artinya :
Kemudian Kitab
itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di
antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang amat besar
2)
Arti kata dan
identifikasi Tajwid
No
|
Lafadz
|
Arti
|
1.
|
ثُمَّ
|
Kemudian
|
2.
|
اَوْرَثْنَا
|
Kami wariskan
|
3.
|
الْكِتَبَ
|
Kitab
|
4.
|
الَّذِيْنَ
|
Orang – orang yang
|
5.
|
اصْطَفَيْنَا
|
Kami pilih
|
6.
|
مِنْ عِبَادِنَا
|
Diantara hamba – hamba kami
|
7.
|
فَمِنْهُمْ
|
Maka diantara
mereka
|
8.
|
ظَالِمٌ
|
Zalim / aniaya
|
9.
|
لِنَفْسِهِ
|
Pada dirinya sendiri
|
10.
|
وَمِنْهُمْ
|
Dan diantara mereka
|
11.
|
مُقْتَصِدٌ
|
Pertengahan
|
12
|
وَمِنْهُمْ
|
Dan diantara mereka
|
13
|
سَابِقٌ
|
Mendahului
|
14
|
بِالْخَيْرَتِ
|
Dengan berbuat kebaikan
|
16
|
بِاِذْنِ اللهِ
|
Dengan izin Allah
|
17
|
ذَلِكَ
|
Demikian itu
|
18
|
هُوَ
|
Ia / adalah
|
19
|
الْفَضْلُ
|
Karunia
|
20
|
الْكَبِيْرُ
|
Yang besar
|
3)
Penerapan hukum tajwid dalam surat
Fathir ayat 32
No
|
Lafal
|
Bacaan
|
Cara Membaca
|
Sebab
|
1
|
اَلْكِتَبَ
|
Alif lam qamariyah
|
Al kitaba
( lam takrif dibaca jelas dan terang )
|
Ada lam takrif bertemu deng-an huruf kaf
|
2
|
مِنْ عِبَادِناَ
|
Idhar halqi
|
Min 'ibadina
( nun sukun dibaca jelas dengan satu ketukan )
|
Ada nun su- bertemu
de- ngan huruf 'ain
|
3
|
فَمِنْهُمْ
|
Mad tabi'i
|
Faminhum
( nun sukun dibaca jelas dengan
satu ketukan )
|
Ada nun su- kun
bertemu dengan huruf ha
|
4
|
فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ
|
Idhar syafawi
|
Faninhum dlolimun
( mim di baca jelas dengan
merapatkan bibir satu ketukan )
|
Ada mim su- kun
bertemu dengan huruf dho
|
5
|
ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ
|
Idghom bilaghu
nah
|
Dholimul linafsihi
( suara tanwin masuk / lebur pada
suara lam tanpa dengung )
|
Ada tanwin dlomah pada huruf mim
bertemu de- ngan huruf lam
|
6
|
وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
|
Idghom mimi
|
Waminhumm muqta- sidun
( suara mim sukun masuk ke suara
mim ber- harakat dihadapannya mendengung yang keluar dari pangkal
hidung tiga ketukan )
|
Ada mim sukun berte mu dengan
huruf mim
|
7
|
سَابِقٌ باِلْخَيْرَتِ
|
Saabiqumbil khairat
( suara tanwin menjadi
mim tatkala menghadapi huruf ba /sengau keluar dari pangkal hidung
)
|
Ada tanwin
dlomah ber-
temu dengan huruf ba
|
4)
Kandungan isi
Surat ini adalah surat ke 35 dalam Al
Qur’an yang berisikan 45 ayat. Tergolong surat makiyah maka isi ayat ini lebih
kepada menerangkan tentang tingkatan-tingkatan seorang muslim dalam mengamalkan
kitab (Al Qur’an). Di ayat ini disebutkan tiga golongan yang menerima kitab.
Berdasarkan
Surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia ke dalam tiga derajat
kedudukan manusia yaitu :
a) Golongan
Dhoolimun li nafsih, yaitu golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka
merupakan golongan yang durhaka kepada Allah, dengan meninggalkan perintah-Nya
dan mengerjakan larangan-Nya. Mereka yang menzalimi diri sendiri, yaitu mereka
yang tidak menggunkan Al Qur’an sebagai pedoman hidup. Tandanya, mereka selalu
berbuat kesalahan dan kejahatan. Antara kebaikan dan kejahatan lebih banyak
kejahatannya
b) Golongan
Mukhtasid, ialah
golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan ,
bersifat cermat dan senantiasa berhati-hati dengan melaksanakan kewajiban dan
menjauhi larangan-larangan-Nya Orang yang semacam ini kebaikan dan keburukannya
kadang seimbang. Kadang mereka banyak berbuat baik, tetapi banyak pula berbuat
salah.
c) Golongan
Sabiqun bil khoirot, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan
kebaikan yang wajib dan mengerjakan amalan-amalan yang sunat. Hidupnya
istiqomah dan menjauhi perkara-perkara yang syubhat dan ragu-ragu dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka yang beruntung, yaitu mereka yang dengan izin
Allah berbuat kebaikan. Hidupnya senantiasa dihiasi oleh amal shaleh.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya dengan iman. Amal yang tidak didasari dengan iman
(bukan karena Allah) tidak dapat memberikan pahala kepada kita walaupun sebesar
langit dan bumi sehingga amalan yang kita lakukan tidak akan mendapat nilai di
sisi Allah. Al Qur’an dalam hal ini antara lain menyatakan
sebagai berikut:
1. orang yang mati dalam kekafiran (tidak
bertobat) tidak akan diterima amalannya
2. orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya
3. amal perbuatan orang kafir akan sia-sia
4. orang kafir akan ditimpakan siksa di
dunia dan di akhirat
5. orang kafir dan musyrik akan dimasukkan
ke dalam neraka
6. orang yang tidak beriman kepada akhirat
hanya mendapatkan kehidupan di dunia saja.
5) Gambaran Surat Al-Faathir : 32
a)
Allah
mewariskan Al Qur ‘an kepada hamba – hambanya yang terpilih
b) Dalam Al Qur ‘an Allah menggolongkan
hamba hamba Nya ( terkait dengan Al Qur 'an sebagai pegangan
hidup) yaitu
ظَا
لِمٌ لِّنَفْسِهِ
|
artinya dlolim terhadap dirinya sendiri
|
مُقْتَصِدٌ
|
artinya orang yang seimbang
|
c)
antara perbuatan baik dan buruk ( golongan ini akan ditempatkan di “A’raf
“ yaitu tempat antara surga dan neraka , lalu dengan izin dan kasih sayang
Allah mereka akan dimasukkan ke surga )
d)
- سَا بِقٌ
بِالْخَيْرَا ت :
artinya orang yang terus menerus melakukan kebaikan
e) Dari ketiga golongan
tersebut diatas maka golongan yang ketigalah golongan yang akan mendapat
keberuntungan ( yaitu surga 'adn )
6) Perilaku
yang mencerminkan Surat Al- Faathir : 32
a) Menerima Al Qur 'an dengan
sepenuh hatidan menjadikan Al Qur ‘an sebagai pegangan hidup
b)
Menjalankan semua ajaran yang ada didalam Al Qur 'an
c) Cepat cepat melakukan
perintah baik yang wajib maupun yang sunat , serta cepat – cepat
meninggalkan larangan baik yang haram maupun yang makruh
d)
Selalu berkompetisi dalam ibadah ( tidak pernah berhenti )
e)
Menghindari perbuatan dlolim ( aniaya)
f)
Selalu mencari pahala dengan melakukan amal kebaikan
D. PENJELASAN MAKNA
SECARA UMUM AYAT-AYAT TENTANG KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
Berlomba dalam menggapai dunia bukan
hal yang asing lagi di tengah kita. Untuk masuk perguruan tinggi terkemuka,
kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin dapat yang
terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia kelak.
Namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.
Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Kalau kita perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal
berbagai tembangan ‘nyanyian’ daripada menghafalkan Al Qur’an Al Karim. Bahkan
lebih senang menjadi nomor satu dalam hal tembangan, lagu apa saja yang
dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan Kalamullah. Di dalam
shalat jama’ah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai
menyerahkan shaf terdepan pada orang lain. Akhirat diberikan pada orang
lain(?). Padahal shaf terdepan adalah shaf utama dibanding yang di belakangnya
bagi kaum pria. Demikianlah karena tidak paham dalam hal menjadi nomor satu
dalam kebaikan akhirat sehingga rela jadi yang terbelakang.Ayat yang patut
direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman Allah Ta’ala,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ
الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada
(mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan
bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid:
21)
Ada beberapa faedah yang bisa kita
petik dari ayat di atas.
1. Faedah pertama.
Dalam ayat ini begitu jelas bahwa
Allah memerintahkan berlomba-lomba untuk meraih ampunan dan surga-Nya. Asy Syaukani rahimahullah
mengatakan, “Berlombalah menjadi yang terdepan dalam beramal sholih yang
menyebabkan datangnya ampunan dari Rabb kalian, serta bertaubatlah atas maksiat
yang kalian perbuat.”[1] Syaikh As Sa’di rahimahullah
mengatakan, “Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan
Allah, ridho-Nya, dan surga-Nya. Ini semua bisa diraih jika seseorang melakukan
sebab untuk mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus, istighfar
yang manfaat, menjauh dari dosa dan jalan-jalannya. Sedangkan berlomba untuk meraih ridho Allah dilakukan dengan
melakukan amalan sholih dan semangat menggapai ridho Allah selamanya (bukan
sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah tadi adalah dengan berbuat ihsan
(berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang Khaliq dan berbuat ihsan dalam
bermuamalah dengan sesama makhluk dari segala segi.”[2]
2. Faedah kedua.
Dalam masalah akhirat seharusnya
seseorang berlomba untuk menjadi yang terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam
ayat lainnya,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan”
(QS. Al Baqarah: 148).
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ
الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu
hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26). Artinya, untuk
meraih berbagai nikmat di surga, seharusnya setiap berlomba-lomba.Ibnu Rajab Al
Hambali rahimahullah menerangkan, “Para sahabat memahami bahwa mereka
harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di surga. Mereka berusaha menjadi
terdepan untuk menggapai derajat yang mulia tersebut. Oleh karena itu, jika di
antara mereka melihat orang lain mendahului mereka dalam beramal, mereka pun
bersedih karena telah kalah dalam hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk
menjadi yang terdepan.”[3] Hasan Al Bashri rahimahullah
mengatakan, “Jika engkau melihat orang lain mengunggulimu dalam hal dunia,
maka kalahkanlah ia dalam hal akhirat.”Wuhaib bin Al Ward rahimahullah mengatakan,
“Jika engkau mampu tidak ada yang bisa mengalahkanmu dalam hal akhirat, maka
lakukanlah.”Sebagian salaf mengatakan, “Jika engkau mendengar ada yang lebih
taat pada Allah darimu, seharusnya engkau bersedih karena telah kalah dalam hal
ini.”[4]
3. Faedah ketiga.
Bagaimanakah luasnya surga? Lihatlah
keterangan dalam ayat selanjutnya,
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السماء
والأرض
“Dan surga yang lebarnya selebar
langit dan bumi”. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar
surga saja selebar langit dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi dengan
panjangnya.”[5] Demikianlah luasnya surga.
Namun sedikit yang mengetahui hal ini, sehingga lihatlah sendiri bagaimana
dunia begitu dikejar dibanding akhirat. Padahal jauh sekali antara kenikmatan
surga dibanding dunia. Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As
Sa’idi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ
خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Satu bagian kecil nikmat di surga
lebih baik dari dunia dan seisinya.”[6] Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
4. Faedah keempat.
Modal surga adalah dengan beriman pada
Allah dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di sini mencakup iman yang pokok
(ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama (furu’).[7] Dari sini, berarti bukan hanya
ushulud diin saja yang wajib diimani. Namun pada perkara yang di luar
pokok agama jika telah sampai ilmunya pada kita, wajib pula diimani. Contohnya,
kita punya kewajiban beriman pada hari akhir secara umum. Namun jika
datang ilmu mengenai perinciannya seperti di antara tanda datangnya kiamat
adalah munculnya Dajjal, maka ini juga patut diimani.
5. Faedah
kelima
Seseorang tidaklah memasuki surga
melainkan dengan rahmat Allah.[8] Sebagaimana pula disebutkan
dalam hadits,
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ
الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ
أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata,
ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal
seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga
tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun
tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.”[9]
Sedangkan firman Allah Ta’ala,
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Surga yang lebarnya selebar langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini dapat dipahami
bahwa seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah dan
Rasul-Nya. Bagaimana mengkompromikannya?.Ada beberapa penjelasan para ulama
mengenai hal ini:
1. Yang
dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk
surga karena amalan.
2. Amalan itu sendiri tidak
bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena karunia dan rahmat
Allah, tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena
sebab rahmat Allah bagi hamba-Nya.
3. Amalan hanyalah sebab
tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab seseorang masuk ke
dalam surga.
4. Amalan yang dilakukan hamba
sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah beri. Itulah yang dimaksud,
seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa ganti
surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga
hanyalah rahmat dan karunia Allah.[10]
6. Faedah
keenam.
Beriman
dan beramal sholih, itu adalah karunia dan anugerah dari Allah Ta’ala.
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba
dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang
mungkin dapat menghalangi pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat
memberi apa yang Allah halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di
tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak
kikir.”[11]
BAB III
PENUTUP
Berlomba-lomba dalam kebaikan dan
ketaatan kepada Allah ternyata bukanlah hal yang mustahil dan aneh bagi
orang-orang yang telah merasakan manisnya iman. Bahkan ini merupakan bentuk
rahmat yang agung dan taufik dari Allah yang memudahkan mereka untuk merasakan
indahnya ‘surga dunia yang hakiki’, agar mereka semakin termotivasi dan
bersemangat mengejar tingginya kenikmatan surga di akhirat nanti.
Imam ibnul
Qayyim berkata: “Maha suci (Allah ) yang memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya
(yang shaleh) surga-Nya (di dunia) sebelum (mereka) bertemu dengan-Nya (di
akhirat kelak), dan Dia membukakan untuk mereka pintu-pintu surga-Nya di negeri
(tempat) beramal (dunia), sehingga mereka bisa merasakan kesejukan dan
keharumannya, yang itu (semua) menjadikan mereka (termotivasi untuk)
mencurahkan (semua) kemampuan mereka untuk meraihnya dan berlomba-lomba
mendapatkannya”[12]
DAFTAR PUSTAKA
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis
Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H, 3
Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’
At Tafasir
Ma’alimut Tanzil, Al Baghowi, Dar
Thoyyibah, cetakan keempat, 1417 H, 8
Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al
Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H
Taisirul ‘Alam wa tafshiril
Karimir- Rahman
Liston Haposan Subrian. 2010. Pengertian
Kebaikan Secara Etika. (online). Diakses pada tanggal 6 November 2014 .pada
pukul 09.27 WIB.
Arif Sobaruddin. 2012. Pengertian
kompetisi. (online). Diakses Pada tanggal 6 November 2014
pada pukul 09.27 WIB.
Muhammad Nasruddin Hasan. 2010. Berlomba-Lomba
dalam Kebaikan. (online). Diakses pada tanggal 6 November 2014 pada pukul
09.27 WIB.
Muhammad Haryono. 2011. Meneguhkan
Iman (2). (online). Diakses pada tanggal 6 November 2014 pukul 10: 00WIB
[3] Lathoif
Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428
H, hal. 428.
[4] Lathoif
Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428
H, hal. 428.
[10] Disarikan
dari Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, Dar
Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H, 3/18-19